Januari 12, 2009

Angkot itu hampir membunuhku..

terlalu hiperbola kayaknya judul di atas. tapi namanya juga untuk menarik pembaca, jadi saya pikir sah-sah saja. judul sangat menentukan bagaimana kualitas tulisan sepertinya. judul yang menarik akan membuat pembaca penasaran dan ingin membaca isinya. ah, sudahlah. postingan kali ini bukan kuliah tentang bagaimana menulis yang baik. ini hanyalah sekelumit keluh kesah saya pagi ini.

memasuki minggu tenang ini, rasanya malas sekali berangkat ke kampus. kalau bukan karena janji yang sudah terlanjur dibuat dengan beberapa orang saya lebih memilih di rumah, bersantai lalu jalan-jalan. tapi didorong rasa ingin belajar bertanggung jawab terhadap janji yang telah dibuat dan penasaran hari ini ada mata kuliah pengganti atau tidak saya memutuskan berangkat ke kampus tercinta.

seperti biasanya, dengan mengendarai mio merah milik umat (baca: punya orang tua) saya berangkat menuju kampus. keluar dari rumah jam 8 kurang 10 saya yakin kalau sesi 1 ada kuliah pastilah saya terlambat. tapi itu sudah masuk dalam perhitungan, saya memang sengaja ingin terlambat.

jalanan saat itu tetap saja ramai, meskipun harusnya jam segitu anak sekolah sudah masuk, begitupun dengan para pekerja. mungkin banyak juga pekerja atau pelajar yang sengaja datang terlambat, sepemikiran dengan saya. yah, senin memang hari yang cukup menyebalkan.

tapi semuanya tambah menyebalkan, ketika ada angkot (baca: carry) yang hampir dengan sukses membunuh saya. sudah bukan menjadi hal yang aneh kalau angkutan umum dimanapun dia berada selalu sembarangan dalam berkendara. ia bisa berpindah dari jalur kiri ke kanan dengan seenaknya untuk kemudian kembali lagi ke jalur kiri karena ada penumpangnya yang minta berhenti. menaikkan dan menurunkan penumpang di tengah jalan dan tindakan barbar lainnya. dengan alasan mengejar setoran dan sebagainya mereka merasa bisa sesukanya tanpa mempedulikan pengguna jalan yang lain. alasan yang tak bisa ditolerir sebenaranya, karena menjaga keselamatan lebih penting dari hanya sekedar mengejar setoran.

dan lebih ironis lagi ketika ternyata carry tersebut menjadi salah satu alat peraga kampanye caleg. kebencian akan kelakuan carry tersebut pun meluas menjadi kemarahan pada caleg yang mempromosikan dirinya lewat carry itu. dengan pikiran yang sempit saya mengumpat dalam hati "kalau alat promosinya aja gak santun kayak gini, apalagi calegnya. kalau alat kampanyenya saja hampir mencelakakan banyak orang apalagi calegnya."

ah, betapa ternyata kadang kemarahan saya begitu mudah tersulut hanya karena masalah sepele. begitu gampangnya saya mengaitkan antara sesuatu dengan sesuatu yang sebenarnya tak ada hubungannya.

Tidak ada komentar: